Berapa tahun sudah kita lewati dengan cerita yang sama tidak berubah, selalu saja ada yang basi tidak enak untuk dicerna sedikitpun. Sepertinya tidak ada beda antara dahulu dengan sekarang. Kalau hidup susah sudah melekat dalam pakaian keseharian, jangan bermimpi bulan akan keperaduan. Begitulah nasib dari dahulu sampai sekarang, tidak ada beda bila kesempatan selalu dipingit oleh kerajaan. Orang dipercaya malah membuat merana. Rasa malu sudah sangat langka, sampai heran orang akan sang idealis.
Terbalik, bukan dunia yang terbalik. Tapi otak dan nurani yang jungkir balik. Orang tua bersusah payah mengorek bumi untuk sapih sang jabang bayi memegang toga. Selesai toga diraih hanya mengkilat sekejapan, tidak bisa menuai asa. Kesempatan masih milik keraton yang tidak bisa sembarang dibagi. Kalau mau harus berkorban, bukan dengan rasio, tetapi dengan akal bulus, fulus maka akan mulus.
Apa beda dulu dengan sekarang bila reformasi hanya jadi repot nasi?....
Tak bisa bicara, bebas bicara yang tidak ada artikulasi suara dan makna.
Semua ada tapi tak ada dan tiada.
Miskin yo makin miskin, mau kaya jangan berasio ......
Karena kesempatan bukan idealisme.
Rulianto. S.