Oleh : Abu Ammar al-Ghoyami
Banyaknya warna-warni kehidupan berumah tangga merupakan sumber percekcokan dan sekaligus hiasan taman pasutri. Banyak pasutri yang melalui kehidupannya dengan kesenjangan, sehingga muncul banyak percekcokan. Dan tidak sedikit percekcokan yang terjadi berakhir pada goncangnya bangunan rumah tangga sampai roboh dan tidak menyisakan sedikitpun sisi-sisinya.
Namun juga tidak sedikit pasutri yang justru mendapat anugerah sangat besar dari percekcokan yang terjadi antara keduanya. Simpul cinta kasih yang semakin kuat, keakraban yang mendalam, penghargaan dan penghormatan antara pasutri yang tinggi, dan banyak lagi anugerah lainnya yang menghiasi taman pasutri.
Kalau kita pelajari kenyataan di atas, maka tanggung jawab tiap-tiap diri pasutri kepada pasangannya memiliki peran sangat besar atau bahkan paling besarnya faktor penyebab keretakan sekaligus kokohnya bangunan rumah tangga. Kapan saja tanggung jawab itu terabaikan maka semakin rapuhlah pilar bangunan rumah tangga. Sebaliknya, kapan saja tanggung jawab tertunaikan dengan baik maka tegak dan kokohlah pilar rumah tangga tersebut.
Dalam masalah tanggung jawab ini Alloh telah menetapkan kaidahnya dalam firman-Nya:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللّهُ عَزِيزٌ حَكُيمٌ
Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Alloh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. al-Baqoroh [2]: 228)
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam juga menegaskan hal ini dalam sabda beliau:
فَاتَّقُوا اللّٰـهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللّٰـهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللّٰـهِ وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ فَإِنْ فَعَلْنَ ذٰلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْـمَعْرُوفِ
“Bertaqwalah kepada Alloh, wahai para suami, terhadap isteri-isteri kalian. Sesungguhnya kalian telah mengambil mereka sebagai isteri dengan jaminan keamanan dari Alloh, dan kalian menghalalkan farji-farji mereka dengan kalimat Alloh. Ingatlah di antara kewajiban mereka yang merupakan hak kalian adalah jangan sampai mereka mengizinkan laki-laki manapun yang tidak kalian suka menginjak pembaringanmu, bila mereka melakukannya maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan dan tidak membuat rusaknya tubuh mereka, sedangkan di antara kewajiban kalian yang merupakan hak mereka adalah kalian cukupi sandang dan pangan mereka, yang demikian itu hendaknya ditunaikan dengan cara yang baik.” (HR. Muslim: 2137)
Ayat dan hadits di atas menetapkan tentang hak dan kewajiban tiap-tiap diri pasutri. Di mana hak-hak isteri adalah tanggung jawab suami menunaikannya, sedangkan hak-hak suami merupakan tanggung jawab isteri menunaikannya, semua ini sesuai dengan timbangan kebaikan bersama, tidak berlebihan sehingga sia-sia dan tidak pula kurang dari apa yang dibutuhkan sehingga menzholimi.
Dari sini ada hal yang harus dipahami oleh tiap-tiap diri pasutri tentang hak-hak serta kewajiban mereka terhadap pasangannya, bahwa hak-hak para isteri adalah apa yang harus ditunaikan oleh para suami mereka dengan baik, sedangkan hak-hak para suami adalah apa yang harus ditunaikan oleh isteri-isteri mereka dengan baik pula. Sehingga para isteri tidak akan menerima hak-hak mereka sebagai seorang isteri bila suaminya tidak bertanggung jawab menunaikan kewajibannya, demikian juga para suami tidak akan mendapatkan hak-hak mereka sebagai seorang suami bila isteri enggan menunaikan kewajibannya atau menelantarkannya. Sehingga seharusnya tiap-tiap diri pasutri menunaikan apa yang wajib ia tunaikan bagi pasangannya dengan baik.
Sebagaimana yang telah kita ketahui dan telah kita pahami serta rasakan, bahwa kita merasa sangat bahagia bila hak-hak kita terpenuhi dengan baik, dan sebaliknya sangat menderita dan sengsara bila hak-hak kita terabaikan, apalagi bila ditambah di atasnya ada beban kewajiban. Bagaimana perasaan suami yang isterinya tidak memahami atau bahkan tidak mau tahu hak-hak suaminya, betapa merana suami yang tidak terpenuhi hak-haknya lantaran isteri tidak tahu kewajibannya sebagai isteri. Demikian juga betapa berat beban penderitaan isteri tatkala suaminya buruk akhlaqnya, tidak lagi mau tahu kebutuhan isterinya bahkan tidak memberikan kebaikan apapun meski sekedar bermanis muka dan bertutur kata yang santun kepada isterinya sekalipun, nas’alullohal ‘afiyah wassalamah.
Oleh karena itu, wahai saudaraku para suami, juga saudariku para isteri, ilmuilah kewajiban-kewajibanmu sebagai seorang suami maupun sebagai seorang isteri lalu tunaikanlah dengan baik sebagaimana Alloh subhanahu wata’ala serta Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam telah memerintahkan hal itu. Wahai para suami, berikanlah hak-hak isterimu dengan baik, sesungguhnya isterimu memiliki hak-hak yang harus kalian tunaikan. Demikian juga kalian wahai para isteri, jangan telantarkan hak-hak suami kalian, sesungguhnya di pundak-pundak kalian ada tanggung jawab menunaikan hak-hak suami kalian.
Adalah sekedar sebuah impian yang tidak pernah akan terwujudkan bila seorang suami mendamba kebahagiaan hidup berumah tangga dengan isterinya sementara ia tidak menunaikan kewajibannya. Demikian pula sekedar khayalan dan fatamorgana belaka harapan para isteri menjadi figur isteri idaman dan pujaan bagi para suami serta harapan para isteri menggapai kebahagiaan, kalau ia enggan menunaikan kewajibannya. Ketahuilah, bahwa kebahagiaanmu sangat bergantung pada tertunaikannya hak-hakmu, sementara hak-hak masing-masing kalian tidak akan didapat selain dengan saling menunaikan kewajiban. Maka, bila kita menghendaki kebahagiaan, hendaknya kita tunaikan kewajiban, sebab tertunaikannya kewajiban adalah pangkal didapatkannya kebahagiaan.
Suamiku yang kusayang, kutunaikan kewajibanku adalah kebahagiaanku
Isteriku yang kucinta, kulaksanakan kewajibanku adalah kebahagiaanku
Dengan ma’unah Alloh dan izin-Nya, kita gapai kebahagiaan dengan saling menunaikan kewajiban.
Wallohu A’lamu bish showab, Wahuwal Muwaffiq.
Sumber : http://alghoyami.wordpress.com/2010/11/30/kewajibanku-kebahagiaanku/
0 comments:
Post a Comment
Tinggalkan komentar untuk menyempurnakan artikel ini,