11 February 2011

Terus Melangkah


Melakukan amal ibadah, amal shalih, dan seluruh perbuatan baik secara terus menerus, setahap demi setahap, ibarat membangun benteng diri yang kokoh. Menata batu-bata satu persatu secara terus menerus, hingga akhirnya berdirilah sebuah bangunan yang megah. Inilah amal yang dicintai Allah, yakni melakukan kebaikan dan ibadah tanpa henti, meskipun hanya sedikit.

Beramal sedikit demi sedikit tetapi terus menerus, juga ibarat menanam benih pohon, memberinya pupuk dan menyiraminya dengan air. Pohon itu adalah jiwa kita sendiri. Pupuk dan airnya adalah amal-amal ibadah dan keimanan. Sedikit dalam beramal yang dilakukan terus-menerus juga sama dengan memupuk dan menyiram pohon iman sehingga ia akan tetap tumbuh segar dan tak layu. Alhasil, jiwa terus terangkat menuju derajat yang lebih baik, menapaki tangga-tangga ke arah kesempurnaan.

Para sahabat dahulu merasakan kegelisahan yang amat dalam bila pada dirinya terdapat indikasi tidak mampu istiqamah dalam kebaikan. Mereka diterpa rasa bersalah yang sangat besar ketika dalam dirinya dirasa ada kondisi yang menjadikannya tak melakukan amal baik secara terus menerus. Perhatikanlah bagaimana suasana dan gelombang kegelisahan luar biasa yang menerpa sahabat Rasulullah yang bernama Handzalah. Ia merasa tak mampu untuk kontinyu dan menjaga stabilitas ruhaninya saat tidak bersama Rasulullah saw. Suatu saat, Handzalah yang juga salah satu penulis Rasulullah SAW itu mendatangi Abu Bakar ra dengan melontarkan perkataan yang mengejutkan. “Handzalah telah berlaku munafiq.. Handzalah telah berlaku munafiq…" katanya. Handzalah mengungkapkan bagaimana perilakunya berubah. Di kala ia bersama Rasulullah, ia benar-benar seperti melihat surga dan neraka di depan mata. Tapi, jika ia berada jauh dari Rasulullah, pulang ke rumah dan bertemu keluarga, kondisi jiwanya pun berubah. Abu Bakar tersentak dan mengatakan, “Demi Allah, ini harus kita sampaikan kepada Rasulullah karena aku juga mengalami hal yang sama.”

Akhirnya, mereka berdua pergi menghadap Rasulullah saw dan menceritakan permasalahan tersebut. Tenang sekali Rasulullah mendengar kegelisahan dua sahabatnya itu. Setelah selesai mengungkapkan masalahnya, Rasul mengatakan, “Demi Allah, seandainya kalian terus menerus dalam kondisi seperti ketika kalian bersamaku, dalam ingatan kalian, niscaya malaikat akan menyalami kalian di atas kasur kalian dan ketika kalian sedang berjalan. Akan tetapi wahai Handzalah… sesaat demi sesaat…" (HR. Muslim)

Semangat kontinuitas dalam beramal dengan tetap memelihara kualitas beramal. Pesan itu yang dapat kita tangkap dari dua dua peristiwa yang dialami Abu Bakar dan Handzalah tadi. Kontinuitas dalam beramal memang penting. An Nawas bin Sam’an ra mengatakan sabda Rasulullah SAW yang menjelaskan keistiqamahan ibarat sebuah jalan yang lurus (shiraat). “Allah memberi perumpamaan suatu jalan yang lurus, di kanan-kiri jalan ada dinding dan di pagar ada pintu-pintu terbuka. Pada tiap pintu ada tabir yang menutupi pintu, dan di muka jalan ada suara berseru, "Hai manusia masuklah ke jalan ini, dan jangan berbelok dan di atas jalanan ada seruan, maka bila ada orang yang akan membuka pintu diperingatkan, ‘Celaka anda, jangan membuka, sungguh jika anda membuka pasti akan masuk’. Shiraat itu ialah Islam, dan pagar itu batas-batas hukum Allah dan pintu yang terbuka ialah yang diharamkan Allah. Sedang seruan di muka jalan itu ialah kitab Allah, dan seruan di atas shirat ialah seruan nasehat dalam hati tiap orang muslim. (HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i).

Istiqamah tentu tidak akan mudah dilakukan. Siapapun yang ingin konsisten mencapai sebuah tujuan besar, pasti harus melewati berbagai penderitaan, kesulitan dan keadaan yang tidak disukai. Tanpa istiqamah, tanpa kesinambungan, dan tanpa kontinuitas dalam beramal, target suatu pekerjaan tidak akan berhasil sesuai harapan.

Di sinilah kita memerlukan petunjuk menerapkan amal secara bijaksana. Bahwa keistiqamahan, kontinyuitas dan kesinambungan suatu amal sulit diterapkan kecuali dengan memilih jalan pertengahan, tidak berlebihan, dan tidak menabrak kemampuan untuk melakukannya. Rasulullah saw mengaitkan istiqamah dengan sikap tidak berlebih-lebihan. Perhatikanlah sabdanya yang berbunyi, “Luruskanlah dirimu dan janganlah berlebih-lebihan, ketahuilah bahwa tiada seorangpun yang dapat selamat berdasarkan amalnya semata-mata, para sahabat bertanya, “Walaupun anda sendiri ya, Rasulullah?", beliau menjawab, “Demikian pula saya tidak dapat selamat kecuali bila Allah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya atas diriku”.(HR,lbnu Majah)

Bersikap lurus dan sikap tidak berlebih-lebihan. Semuanya adalah paralel dan saling membutuhkan. Keistiqamahan takkan bisa berlaku bagi seseorang yang melakukan amal secara berlebihan. Di sisi lain, amal yang melewati kapasitas seseorang pun pasti akan mematahkan amal. Yang dituntut dari kita adalah, jika tidak mampu melakukan istiqamah hendaknya mendekatinya. Karena itu segala amal harus dilakukan secara sederhana dan pertengahan. Rasulullah saw bersabda, "Ikutilah petunjuk yang sederhana (tengah-tengah) karena orang yang kaku dan keras menjalankan agama ini akan dikalahkan olehnya." (HR. Ahmad, Hakim, dan Baihaqi dari Buraidah).

Sungguh bijaksana sekali nasihat yang keluar dari lisan Rasulullah saw, “Ahabbul a’maali ilallahi adwamuha wa in qalla.”Artinya, perbuatan yang paling dicintai Allah adalah yang terus menerus walaupun hanya sedikit". (HR. Bukhori dan Muslim)

Optimalkanlah usia yang masih tersisa. Yang terpenting dalam hidup ini adalah terus menerus melakukan amal sampai ajal menjemput. Wallahu’alam

0 comments:

Post a Comment

Tinggalkan komentar untuk menyempurnakan artikel ini,

Listen to the Qur'an: