Bismillahirohmanirrohim.....
Pernikahan adalah sebuah perjanjian suci yang menjadikan Allah SWT sebagai pemersatunya. Dan tidak ada yang melebihi ikatan ini. Dan inilah puncak segala kenikmatan cinta itu dimana kedua orang yang saling menyinta itu memilih untuk hidup bersama dan saling berjanji untuk saling mengasihi dan berbagi hidup baik suka maupun duka.
Berbagi suka dan duka baru benar-benar dirasakan saat pernikahan. Pernikahan memang tidak selalu semulus yang kita harapkan. Menyatukan dua pribadi yang berbeda memerlukan banyak komunikasi dan kedekatan yang sangat erat antara suami dan istri. Suami dan istri harus saling dapat memahami perbedaan karakter yang dimiliki. Komunikasi harus banyak dibangun dan dilakukan untuk selalu menyamakan arah dan tujuan dari pernikahan yang dibina dari karakter yang berbeda tersebut. Perbeaan sifat, pribadi dan karakteristik yang dimiliki harus disamakan dengan perspektif yang telah diajarkan oleh agama. Agama dijadikan sebagai landasan dalam menentukan arah dan tujuan dari pernikahan. Agama haru dijadikan sebagai cara dan mekanisme dalam menjalani suatu pernikahan. Dan agama harus dijadikan tolok ukur pemersatu perbedaan karakter yang dimiliki oleh suami dan istri dalam membina rumah tangga. Bila semuanya telah dikembalikan kepada bingkai agama, maka tidak ada perbedaan yang akan menjadi onak dan duri dalam pernikahan.
Berikut ini ada beberapa hal yang perlu sangat diperhatikan oleh suami maupun istri dalam mengarungi ombak samudra dan tantangan dalam menjalani mahligai pernikahan yang semoga dapat memberikan kebahagian untuk rumah tangga yang dijalani.
Mutiara 1
Hushain bin Muhshan menuturkan bahwa bibinya pernah datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk suatu keperluan. Setelah selesai dari keperluannya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepadanya "Apakah engkau bersuami?" Ia menjawab "Ya", "Bagaimana engkau bersuami ? Ia menjawab "Aku berusaha sekuat tenaga untuk melayaninya dan mentaatinya, kecuali dalam hal-hal yang aku tidak sanggup. "Beliau berkomentar," "Perhatikan baik-baik sikapmu kepadanya karena sesungguhnya ia adalah Syurga dan Nerakamu." (HR. Hakim)
Mutiara 2
Apabila seorang wanita telah menunaikan shalat lima waktu dan berpuasa di bulan Ramadhan, senantiasa mentaati suaminya dan menjaga kemaluannya, niscaya akan dikatakan kepadanya, masuklah kamu ke dalam syurga dari pintu mana saja yang kamu kehendaki. (HR. Ahmad)
Mutiara 3
Ada tiga golongan yang shalatnya tidak diterima dan kebaikannya tidak diangkat ke langit: Pertama, hamba sahaya yang kabur dari majikannya sampai ia kembali dan meminta maaf kepada majikannya. Kedua, seorang istri yang dimurkai suaminya sampai suaminya meridhainya dan ketiga seorang pemabuk sampai ia sadar. (HR. Thabrani dan Ibnu Hibban).
Mutiara memang indah, mahal dan tidak semua wanita mampu memilikinya. Begitu pula dengan mutiara ajaran Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas, tidak semua wanita memahami, menghayati, apalagi mengaplikasikannya dalam kehidupan rumah tangga mereka.
Arus globalisasi sekarang ini telah menyerbu kaum muslimin dalam dan membentuk paradigma mereka segala hal, termasuk gaya hidup dalam berumah tangga. Saat ini untuk menjadi istri yang setia dan konsisten untuk mengaplikasikan mutiara ajaran Rasullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ternyata tidak popular. Sehingga sebagian wanita beranggapan, sudah bukan zamannya lagi memperlakukan suami sebagai junjungan yang harus ditaati, atau istri harus senantiasa meminta izin terlebih dahulu kepada suami untuk melakukan apa yang mau dilakukannya.
Di sisi lain, bukan hal aneh jika sekarang ini kita banyak mendengar rumah tangga muslim mengalami guncangan, keretakan bahkan perceraian. Tentu saja semua orang tidak menginginkan semua ini terjadi pada rumah tangga mereka. Terdapat sejumlah cara untuk mencegahnya yaitu suami istri harus melakukan evaluasi perjalanan rumah tangganya secara berkala, terutama evaluasi tentang orientasi menikah dan membangun rumah tangga. Misalnya, apa sesungguhnya tujuan saya menikah? Apa yang saya harapkan dari pernikahan ini? Model rumah tangga apa yang akan saya bangun? Dan jawaban atas pertanyaan tersebut dapat dijadikan renungan dan penguat dalam menghadapi gelombang dalam rumah tangga. Kemudian setelah itu berusaha memantapkan hati untuk menjalankan rumah tangga dengan mengedepankan ridha dan qona'ah (menerima dan puas dengan pemberian Allah Subahana Wa Ta'ala).
Sebagai seorang muslimah sudah sepatutnya kita ridha atas ketentuan Allah Subhana Wa Ta'ala, dan perlu disadari bahwa ridha atas kepemimpinan suami dalam rumah tangga itu, konsekuensinya adalah taat. Artinya ketaatan seorang istri pada suaminya, pada hakikatnya merupakan satu bentuk ketaatannya kepada ketentuan Allah Subhana Wa Ta'ala. Dalam konteks ketaatan ini tentunya suami berada di jalan yang benar. Untuk melaksanakannya tidak semudah yang dibayangkan, karena ketaatan istri pada suami tidak bisa disesuaikan dengan keinginan kita, misalnya, 'Saya akan taat pada abang dalam hal-hal yang sesuai dengan keinginan saya, tapi kalau tidak, kita masing-masing saja ya bang?'
Mungkin tidak akan menjadi masalah jika keinginan atau perintah suami selaras dengan keinginan kita, tapi kalau tidak diperlukan kelapangan dada, keikhlasan dan pengorbanan untuk dapat mentaati dan melaksanakan perintahnya. Harus kita sadari bahwa kita suami istri mempunyai latar belakang yang berbeda, jadi tidak semuanya harus serba cocok dan klop, ketika memasuki gerbang pernikahan. Oleh karena itu di sinilah pentingnya untuk saling mengenal antara suami dan istri.
Ganjaran ketaatan seorang istri pada suaminya disetarakan dengan ganjaran jihadnya kaum laki-laki, sebagaimana disebutkan dalam hadist Asma bin Yazid yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a. Sekalipun demikian Islam menganjurkan para suami untuk melazimkan musyawarah pada istrinya dalam berbagai persoalan. (QS Al-Baqarah: 233), memperlakukan istri dengan baik sebagai indikator utama akhlak seorang laki-laki. Begitulah Islam tidak menjadikan ketaatan seorang istri sebagai peluang bagi suami untuk menjadi diktator dalam rumah tangganya. Jadi tunggu apalagi, mari taati suami kita dan miliki mutiara-mutiara yang nyaris hilang itu.
Hushain bin Muhshan menuturkan bahwa bibinya pernah datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk suatu keperluan. Setelah selesai dari keperluannya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepadanya "Apakah engkau bersuami?" Ia menjawab "Ya", "Bagaimana engkau bersuami ? Ia menjawab "Aku berusaha sekuat tenaga untuk melayaninya dan mentaatinya, kecuali dalam hal-hal yang aku tidak sanggup. "Beliau berkomentar," "Perhatikan baik-baik sikapmu kepadanya karena sesungguhnya ia adalah Syurga dan Nerakamu." (HR. Hakim)
Mutiara 2
Apabila seorang wanita telah menunaikan shalat lima waktu dan berpuasa di bulan Ramadhan, senantiasa mentaati suaminya dan menjaga kemaluannya, niscaya akan dikatakan kepadanya, masuklah kamu ke dalam syurga dari pintu mana saja yang kamu kehendaki. (HR. Ahmad)
Mutiara 3
Ada tiga golongan yang shalatnya tidak diterima dan kebaikannya tidak diangkat ke langit: Pertama, hamba sahaya yang kabur dari majikannya sampai ia kembali dan meminta maaf kepada majikannya. Kedua, seorang istri yang dimurkai suaminya sampai suaminya meridhainya dan ketiga seorang pemabuk sampai ia sadar. (HR. Thabrani dan Ibnu Hibban).
Mutiara memang indah, mahal dan tidak semua wanita mampu memilikinya. Begitu pula dengan mutiara ajaran Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas, tidak semua wanita memahami, menghayati, apalagi mengaplikasikannya dalam kehidupan rumah tangga mereka.
Arus globalisasi sekarang ini telah menyerbu kaum muslimin dalam dan membentuk paradigma mereka segala hal, termasuk gaya hidup dalam berumah tangga. Saat ini untuk menjadi istri yang setia dan konsisten untuk mengaplikasikan mutiara ajaran Rasullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ternyata tidak popular. Sehingga sebagian wanita beranggapan, sudah bukan zamannya lagi memperlakukan suami sebagai junjungan yang harus ditaati, atau istri harus senantiasa meminta izin terlebih dahulu kepada suami untuk melakukan apa yang mau dilakukannya.
Di sisi lain, bukan hal aneh jika sekarang ini kita banyak mendengar rumah tangga muslim mengalami guncangan, keretakan bahkan perceraian. Tentu saja semua orang tidak menginginkan semua ini terjadi pada rumah tangga mereka. Terdapat sejumlah cara untuk mencegahnya yaitu suami istri harus melakukan evaluasi perjalanan rumah tangganya secara berkala, terutama evaluasi tentang orientasi menikah dan membangun rumah tangga. Misalnya, apa sesungguhnya tujuan saya menikah? Apa yang saya harapkan dari pernikahan ini? Model rumah tangga apa yang akan saya bangun? Dan jawaban atas pertanyaan tersebut dapat dijadikan renungan dan penguat dalam menghadapi gelombang dalam rumah tangga. Kemudian setelah itu berusaha memantapkan hati untuk menjalankan rumah tangga dengan mengedepankan ridha dan qona'ah (menerima dan puas dengan pemberian Allah Subahana Wa Ta'ala).
Sebagai seorang muslimah sudah sepatutnya kita ridha atas ketentuan Allah Subhana Wa Ta'ala, dan perlu disadari bahwa ridha atas kepemimpinan suami dalam rumah tangga itu, konsekuensinya adalah taat. Artinya ketaatan seorang istri pada suaminya, pada hakikatnya merupakan satu bentuk ketaatannya kepada ketentuan Allah Subhana Wa Ta'ala. Dalam konteks ketaatan ini tentunya suami berada di jalan yang benar. Untuk melaksanakannya tidak semudah yang dibayangkan, karena ketaatan istri pada suami tidak bisa disesuaikan dengan keinginan kita, misalnya, 'Saya akan taat pada abang dalam hal-hal yang sesuai dengan keinginan saya, tapi kalau tidak, kita masing-masing saja ya bang?'
Mungkin tidak akan menjadi masalah jika keinginan atau perintah suami selaras dengan keinginan kita, tapi kalau tidak diperlukan kelapangan dada, keikhlasan dan pengorbanan untuk dapat mentaati dan melaksanakan perintahnya. Harus kita sadari bahwa kita suami istri mempunyai latar belakang yang berbeda, jadi tidak semuanya harus serba cocok dan klop, ketika memasuki gerbang pernikahan. Oleh karena itu di sinilah pentingnya untuk saling mengenal antara suami dan istri.
Ganjaran ketaatan seorang istri pada suaminya disetarakan dengan ganjaran jihadnya kaum laki-laki, sebagaimana disebutkan dalam hadist Asma bin Yazid yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a. Sekalipun demikian Islam menganjurkan para suami untuk melazimkan musyawarah pada istrinya dalam berbagai persoalan. (QS Al-Baqarah: 233), memperlakukan istri dengan baik sebagai indikator utama akhlak seorang laki-laki. Begitulah Islam tidak menjadikan ketaatan seorang istri sebagai peluang bagi suami untuk menjadi diktator dalam rumah tangganya. Jadi tunggu apalagi, mari taati suami kita dan miliki mutiara-mutiara yang nyaris hilang itu.
Sumber : Muhammad Al-Zahra Al-Farisy & Ui Putra
0 comments:
Post a Comment
Tinggalkan komentar untuk menyempurnakan artikel ini,